NGALONG — “Everybody is influenced by someone” — Chris Cornell

Sandi Fajariadi
5 min readFeb 1, 2025

Seperti yang sudah-sudah, setelah kami bertiga selesai mengulik nada di studio musik, akan berakhir dengan kami mengulik kopi dan cemilan di kafe bilangan daerah Jakarta Selatan. Biasanya kami ke studio kalau ada beberapa ide lagu yang ingin dimatengin. Walaupun ternyata idenya lebih cocok dirujak, karena masih mengkal, tetapi tetap semangat buat dijadiin lagu beneran. “Beatles saja butuh 21 hari buat album Let it Be” seru Lepoy. “Iye, tapi sayangnya lo bukan John Lennon. Ada juga mirip Jack John” timpalku yang membuat Bengs terkekeh kekeh. Bagi yang belum tahu Jack John maka wajib menonton Six Million Dollar Man-nya Warkop DKI.

Saya, Lepoy dan Bengs, dari jaman kuliah hingga sekarang mempunyai hobi yang sama yaitu merangkai kata-kata menjadi sebuah lirik lagu. Berusaha puitis walau jadinya miris.

Lepoy nama aslinya adalah Levi, tapi entah kenapa dari awal berkenalan selalu dipanggil dengan nama Lepoy. “Biar lebih gaul dikitlah” kalau dia ditanya asal usul namanya. Tapi masalahnya nama Lepoy itu hanya beda sedikit pengucapannya dengan Letoi, jadinya anak-anak yang lain lebih suka memanggil dia dengan Letoi. Dan ujung-ujungnya dia akan mencak-mencak sambil mulutnya cemberut seperti ikan mas koki.

Beda dengan Bengs, nama aslinya sebenarnya Asrul, tetapi karena dia terkadang suka melakukan hal-hal konyol jadinya dia diberikan julukan Benga. Dan dia dengan bangganya mengubahnya menjadi Bengs “Personal brandingnya jadi makin naik.” katanya.

Dan saat ini kami sedang menyeruput es kopi kekinian dengan cemilan kentang goreng. Pas saat matahari sedang panas panas nya, mungkin lagi emosian, membuat es kopi nya makin nikmat diteguk. Lagi seru-serunya membahas tentang originalitas lagu “Lagu itu tidak ada yang original lagi, kunci lagu itu kan cuman A sampai G, ya pasti itu-itu aja” kata Bengs dan masih dilanjutkan “Ingat gak hebohnya lagu Chrisye Jumpa Pertama mirip sama lagu Morning Train nya Sheena Easton, ya gimana lagi, nadanya ya itu-itu aja”.

Tapi ga begitu juga, hanya karena kebetulan nadanya sama terus jadi dibilang tidak original. Kan bisa jadi yang ciptain lagunya benar-benar memikirkan nadanya tanpa tahu bahwa ada lagu lain memiliki nada yang sama” tukas Lepoy.

Tapi kan yang penting adalah cara kita mempresentasikan lagu tersebut, kita bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang unik dan berbeda dari yang lain. Itu yang disebut dengan interpretasi” tambahku.

Interpretasi atau terinspirasi?” celetuk Bengs, dan masih ditambahkan “Semuanya pasti pada awalnya terinspirasi sesuatu. Kehidupan manusia kan sudah 40 ribu tahunan. Dari lahir hingga saat ini pasti ada yang menginspirasi diri kita untuk menjadi… yaaa, diri kita. Jadi sebenarnya diri kita itu tidak ada yang original”.

Seperti kapal Theseus ya?” celoteh saya sambil nyomot kentang.

Apaan tuh kapal Theseus?” tanya Bengs.

Saya menyorongkan kepala sambil melanjutkan “Kapal Theseus itu paradox Yunani. Jadi ada sebuah kapal bernama Theseus, dimana satu persatu bagian dari kapal tersebut diganti dengan yang baru. Pertanyaannya, kalau semua bagian kapal diganti, apakah kapal Theseus itu masih sama dengan kapal yang di awal?

Nah, sama juga dengan yang ini” lanjut saya “ Kalau diri kita, selama menjalani kehidupan, kita comot inspirasi dari sana sini, apakah diri kita masih bisa disebut original? Atau seperti lagu Chrisye Jumpa Pertama, diri kita dianggap plagiat dari kehidupan orang lain?

Wahhh, bisa jadi gue bukan Lepoy dong ya, bisa jadi gue jiplakan Liam Gallagher dong ya” celetuk Lepoy yang disambut dengan lemparan kentang goreng ke mukanya.

Ya gak bisa dong disamakan. Kan setiap orang pasti unik walau mungkin memang orang tersebut mencontoh kepribadian dari banyak orang. Tapi gak bisa dibilang orang tersebut bukan dirinya lagi” bantah Bengs “Kan dibilangnya gitu, setiap individu adalah unik dan setiap orang adalah setara

Walaupun satu persatu bagian kapalnya diganti seiring berjalannya waktu hingga akhirnya tak satu pun bagian asli dari kapal itu masih ada, tapi kapal tersebut masih tetap akan disebut sebagai Kapal Theseus. Ini menunjukkan bahwa apapun yang menginspirasi diri kita, kita tetap akan selalu menjadi diri kita sendiri” tutur Bengs dengan panjang lebar.

Lagian, kalau hidup kita cuma hasil comotan dari orang lain, berarti kita ini cuma fan-edit yang kelewat niat!” tambah Lepoy.

Saya mengangguk-angguk setuju. “Iya, kayak video TikTok yang suaranya dari film lain, tapi ekspresinya lebay-lebay sendiri.” Dan kami pun tertawa ngakak bareng.

Bengs meneguk es kopinya dengan gaya dramatis, lalu menatap kami penuh kesadaran palsu. “Jadi, intinya… kita ini kayak AI ya? Dilatih dari berbagai sumber, dipoles sana-sini, terus keluar hasil yang katanya original, padahal ya cuma remix dari yang sudah ada?

Saya dan Lepoy saling pandang. “Wah, kalau gitu, berarti kita ini bukan seniman, tapi algoritma berjalan!” seru saya sambil nyengir lebar.

Tapi bisa jadi sih” saya masih melanjutkan “Bayangkan kita ini sebuah sistem Large Language Models yang menerima input data audio dan visual sejak lahir hingga sekarang, dimana apa yang kita pikirkan dan keluarkan saat ini sebenarnya adalah data yang sama yang masuk ke dalam diri kita selama ini.

Orang tua kita, teman-teman kita, guru, rekan kerja, lingkungan kita dimana kita menjalani kehidupan selama ini adalah data yang membentuk diri kita.

Kami bertiga terdiam sambil mengangguk-angguk persis seperti mainan di dashboard mobil.

Benar kata Chris Cornell, everybody is influenced by someone.” ujar Bengs memecah kesunyian.

Lepoy mengangguk-angguk, lalu menyipitkan mata seperti sedang berpikir keras. “Kita ini ibarat Spotify playlist yang isinya campuran dari lagu-lagu yang pernah kita denger seumur hidup. Jadi… kalau ada yang gak suka sama kita, itu salah algoritma, bukan salah kita.

Saya dan Bengs langsung ngakak “Iya, berarti kalau ada yang protes kita nggak original, tinggal bilang aja: ‘Maaf, lagu ini tidak tersedia di wilayah Anda.’

Bengs mengangkat gelas es kopinya seperti hendak bersulang. “Ya udah, kalau kita ini cuma hasil dari semua yang pernah kita serap, berarti nggak usah khawatir soal orisinalitas. Yang penting, kita tetap jadi versi terbaik dari kompilasi hidup kita sendiri!

Kami tertawa bersama sambil bersulang dengan gelas es kopi kami seperti para kesatria meja bundar. Rasanya kami baru saja menciptakan teori baru yang bisa masuk TED Talk, kalau saja audiensnya tahan dengerin ocehan absurd kami.

Saya tersenyum tipis, lalu menyandarkan punggung ke kursi. “Kalau dipikir-pikir ya, gue kan sumber inspirasi kalian. Semua pemikiran liar yang kalian punya, itu karena gue duluan yang ngomongin. Gaya bercanda kalian, pola pikir kalian, bahkan cara kalian mikir soal lagu dan originalitas, itu semua karena kalian ngikutin gue.

Lepoy mengangkat alis. “Terus…?

Saya mengangguk pelan “Iya. Jadi kalau inspirasi itu gratis… seenggaknya gue pantas dapat royalti.” saya masih melanjutkan “Sebagai gantinya, biaya royalti gue anggap lunas… kalau kalian yang bayarin kopi sama kentang goreng hari ini.

Lepoy mendesah. “Jadi… kita tadi udah dapet inspirasi, tapi malah kena tagihan?

Saya mengangguk. “Yup. Inspirasi itu gratis, bro. Tapi lisensinya tetap berbayar...

Tribute to Hilman Hariwijaya dan Gol A Gong, penulis yang tulisannya selalu menemani masa kecil saya.

Sandi Fajariadi mempunyai pengalaman di product development terutama terkait payment, emoney dan ewallet. Di waktu senggang membuat aplikasi mobile seperti QRIS wantuno dan juga membuat beberapa lagu yang bisa dicek di Channel Youtube nya.

--

--

Sandi Fajariadi
Sandi Fajariadi

Written by Sandi Fajariadi

10+ years deep in payment systems, always curious about QRIS. Let's talk!

No responses yet