NGALONG - Ngobrol Ngalor Ngidul

NGALONG — Laki Laki Yang Dipegang Omongannya, API Yang Dipegang Dokumentasinya

Sandi Fajariadi
5 min readJan 8, 2024

Saat pagi di kantor sebelum mulai jam kerja, anak Product dan IT biasanya suka berkumpul di ruang tengah sambil mengobrolkan apa saja. Ada Pinus, Head IT kami yang suka bikin tebakan konyol. Seperti pada pagi itu tiba-tiba dia nongol sambil lempar tebakan

“Tahu nggak kenapa kucing nggak di penjara pas jadi maling?”

Ramdan, anak Devops, coba menjawab “Karena binatang tidak ada di undang-undang pak”

“Ngawur, salah jawabannya”

Yang lainnya karena masih gak mood ditodong tebak-tebakan pas pagi hari langsung menyerah “Apaan dong jawabannya?”

“Soalnya kucing ga wrong, hihihi” dan langsung menerima sambitan tisu dari semua orang. Mang Daman, OB kami, melihat tisu yang bertebaran hanya mengelus dada sendiri (ya jelas dada sendiri, masa dada orang lain).

Tapi pagi-pagi begini si Netnot, anak product, malah misuh-misuh sendirian. Kalau orang gak kenal Netnot mungkin dikira lagi PMS ya. Mang Daman yang lagi masuk ruangan membawa minuman para pegawai langsung berjalan merunduk sampai tiarap biar tidak kelihatan oleh Netnot.

Nama sebenarnya sih Inet, asli Karawang pisan, sering menyisipkan kata-kata Sunda kalau ngobrol sama dia. “Bahasa Sunda itu bahasa kedua gue setelah Python” begitu penjelasannya kalau ditanya. Karena suka mikir lama kalau diajak jalan-jalan, jadi dibecandain namanya seperti bel di acara kuis, yang asalnya “Tetot” jadi Netnot. Kalau sudah kelamaan mikir, yang lain langsung pada nyamber “Netnot! Kelamaan. Udah jalan aja!”.

Netnot pagi itu terus menerus menatap layar laptopnya tersebut sambil ngedumel, seolah ingin melahap setiap kata yang ada di dokumen. Hari itu terasa seperti ada sejuta badai dalam panci indomie.

“Kenapa Net, pagi-pagi sudah sewot. Dapat surat peringatan telat bayar pinjol ya?” saya berkomentar sambil nyengir kuda.

Netnot menolehkan muka ke arahku sambil memicingkan matanya “Maaf yee, gue kalau mau pinjol, gue beli perusahaan pinjolnya”. Saya langsung menimpali “Kalau punya perusahaan pinjol, mau dong pinjaman tanpa cicilan” sambil terkekeh-kekeh.

Dia hanya melengos saja lalu melanjutkan membaca dokumen di laptopnya, tapi tidak lama kemudian dia berkata “Eh Jay, lo udah baca dokumen API untuk integrasi payment baru kita?”

“Baru bagian awal saja, kenapa Net?” tanyaku.

“Ini yang bikin dokumen lagi mabok kayaknya. Sudah penjelasan di dokumennya gak jelas, pas di tes juga banyak yang gak konsisten. Jadi bikin kerjaan makin ribet!”

Oalah, ternyata itu yang bikin Inet jadi sewot dari pagi. Memang benar, kemarin ada dokumen API yang dishare oleh partner baru kantor kami untuk mengintegrasikan layanan mereka ke kami. Saya belum selesai membacanya, baru bagian awal di proses autentikasi.

“Memangnya apa yang gak jelasnya Net?”

“Lihat nih, di dokumen untuk parameter payAmount yang dikirim tertulis data type Object JSON. Tapi pas di tes, ternyata diisi oleh mereka dengan nilai null. Sejak kapan tipe object JSON sama dengan tipe null? Dan tidak ada penjelasan jika bisa diisi dengan nilai null di dokumennya. Sedangkan gue udah bikin validasi setiap parameter sesuai dengan data type nya yang ada di dokumen. Ketika gue infokan ke mereka, bukannya minta maaf kek ada kesalahan di dokumen, malah bilang kita harus ikutin dokumen mereka. Halooo, Annyeong haseyoooo, di bagian mana dokumennya yaaaaa? Belum pernah di Ulti sama gue kayaknya mereka.”

Netnot masih terus melanjutkan “Terus di parameter accountNumber, ini jelas-jelas tertulis length-nya maksimal 20. Menurut lo kalau ada tulisan maksimal artinya length-nya harus 20 atau maksimal length-nya di 20?” tanya Netnot ke saya yang tidak siap tiba-tiba ditanya, dimana posisi saya lagi mencari-cari teh manis di meja saya yang harusnya sudah ada.

“Eh? Maksimal? Ya harusnya length-nya itu maksimal di 20 tapi bisa di bawah 20 sih.”

Mata Netnot langsung bulat melebar karena mendapatkan dukungan “Nahhh! Dan orang normal manapun pasti berpikir seperti itu. Gue kirim dong accountNumber dengan length 15, gak salah kan. Dapatnya respon error. Gue tanya ke mereka kenapa error. Si belegug ini, bilangnya accountNumber harus 20. Kenapa gak ditulis aja di dokumen API length-nya 20. Jangan pakai kata-kata maksimal 20. Sabodo teing, kumaha sia weh.”

Keluarlah basa Sunda ala Preman Pensiun-nya Netnot “Luar leor teu puguh cekeleunana. Nu lain kudu dilainkeun nu enya kudu dienyakeun. Untung urang sabar kusabab boga hate, coba lamun urang boga batu, beuuhhh.”

Saya cuman cekikikan saja mendengar omelan Netnot dan coba menenangkannya “Mungkin dokumentasinya masih belum rapih Net. Mungkin masih belum selesai dibuatnya, jadi masih ada data yang tidak sesuai karena belum dilakukan cek ulang.” ujarku sambil membuka-buka laci mencari teh manis milikku, kali aja ada di sana.

Netnot mendelik kearahku dan berkata “Tau gak Jay, ada paribasa Sunda, Lalaki sajati mah tara lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang. Artinya laki-laki itu yang dipegang omongannya. Kalau ngomongin API, jelas yang dipegang adalah dokumentasinya. Sudah seharusnya dokumentasi API diperlakukan seperti omongan laki-laki.”

Saya hanya manggut-manggut saja, seperti boneka di dashboard mobil. Tapi benar juga sih, sudah seharusnya dokumentasi API itu ditulis dengan serius dan isinya sesuai secara teknis. Terkadang dokumentasi API itu hanya dianggap sebagai additional supporting tool saja dalam proses integrasi. Informasi teknis utamanya malah mengandalkan komunikasi lisan atau chat antara pihak yang terlibat. Tapi itu seharusnya bukan menjadi standar proses integrasi yang baik. Seharusnya dengan adanya dokumentasi API yang jelas dan benar bisa membantu proses integrasi dengan lebih cepat dan mandiri. Bayangkan kalau ada 100 partner yang melakukan integrasi, akan sangat merepotkan sekali harus melayani satu-satu setiap pihak untuk membahas setiap integrasi API yang ada dari awal.

Saya pun berkata kepada Netnot “Tenang saja Net, gue punya solusi untuk masalah lo ini” sambil memandangnya dengan tatapan serius yang tampak mengayomi (kok seperti tatapan Kepala Sekolah ya).

Netnot memandangku dengan harapan cerah di mukanya “Wah, apa tuh Jay?”

“Ek sakumaha wae beuratna pagawean, bakalan hampang lamun henteu dipigawean”

Netnot pun ngamuk-ngamuk.

Tiba-tiba kakiku di bawah serasa dicolek. “Wah, siapa nih yang towal towel?” pikirku. Saya menengok ke bawah meja, ternyata ada Mang Daman di bawah sedang tiarap sambil memberikan gelas minum ke saya “Mas, ini teh manisnya”. Setelah saya ambil gelasnya dan mengucapkan terimakasih, Mang Daman melanjutkan lagi berjalan tiarap ke meja lain. Busettt!

Sandi Fajariadi mempunyai pengalaman di product development terutama terkait payment, emoney dan ewallet. Di waktu senggang membuat aplikasi mobile seperti QRIS wantuno, cek RS dan dengan temannya bersenang senang membuat beberapa lagu di The Vader.

--

--

Sandi Fajariadi
Sandi Fajariadi

Written by Sandi Fajariadi

10+ years deep in payment systems, always curious about QRIS. Let's talk!

No responses yet